Senin, 16 April 2018

Subjek Hukum dan Objek Hukum


A. SUBJEK & OBJEK HUKUM
1. Pengertian Subjek Hukum
Menurut prof. chainur Arrasjid,S.H di dalam bukunya dasar-dasar ilmu hukum(2008:120) Subyek hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak dan kewajiban.
Menurut Dr.Soedjono Dirdjosisworo,S.H. di dalam bukunya pengantar ilmu hukum(2007:128) Subyek hukum atau subjeck van een recbt, yaitu “orang” yang mempunyai hak manusia pribadi atau badan hukum yang berhak atau yang melakukan perbuatan hukum
Dari pengertian-pengertian subjek hukum di atas dapat di simpulkan bahwa subjek hukum ialah setiap mahluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalulintas hukum.
Yang termasuk Subjek Hukum adalah :
a. Manusia (naturlife persoon)
Menurut hukum, manusia adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban.Pada dasarnya orang sebagai subjek hukum di mulai sejak ia lahir dan berakhir setelah meninggal dunia. Namun, ada pengecualian menurut pasal 1 ayat(2) KUH Perdata yang berbunyi ”anak yang ada dalam kandungan ibunya,di anggap telah lahir.setiap kali kepentingan si anak menghendakinya.” bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya di anggap telah lahir dan menjadi subjek hukum. Apabila bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal dunia menurut hukum ia tidak pernah ada sehingga ia tidak di anggap subyek hukum. Ketentuan tersebut juga menegaskan bahwa hak dan kewajiban anak baru lahir di anggap ada jika ia lahir hidup. Apabila ia lahir mati maka haknya dianggap tidak ada.
Ada beberapa golongan oleh hukum dinyatakan “tidak cakap”atau”kurang cakap”untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum. Orang-orang yang demikian di sebut handelingsonbek waam atau di wakili atau dibantu orang lain.
Mereka-mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut:
  1.  orang yang masih di bawah umur(sebelum mencapai usia 21 tahun/belum dewasa).
  2. orang yang tidak sehat pikirannya (gila), pemabuk, dan pembolos yakni, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.
  3. perempuan dalam pernikahan (wanita kawin)
b. Badan Hukum
Menurut Dr.Soedjono Dirdjosisworo,S.H. di dalam bukunya pengantar ilmu hukum(2007:128) badan hukum adalah perkumpulan atau organisasi yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subyek hukum.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu:
  1. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Contoh nya : Negara,daerah swacantra, tingkat 1 dan 2 , kota madya, kota praja, dan desa.
  2. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Contoh nya : perseroan terbatas (PT), yayasan, dan koperasi.
2. pengertian Objek Hukum
Menurut Dr.Soedjono Dirdjosisworo,S.H. di dalam bukunya pengantar ilmu hukum(2007:122) Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum(manusia atau badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok suatu perhubungan hukum karna sesautu itu dapat di kuasai di subjek hukum
Menurut Chainnur Arrasjid dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Hukum (2008:132) yang di maksud objek hukum adalah segala sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subyek hukum(manusia dan badan hukum),berdasarkan hak dan kewajiban objek hukum yang bersangkutan.
Pengertian objek hukum secara umum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum di mana segala hak dan kewajiban serta kekuasaan subjek hukum berkaitan di dalamnya. Sebagai contoh, misalnya benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat memperolehnya membutuhkan pengorbanan terlebih dahulu.
Objek hukum dapat berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki serta bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni:
  1. Benda Bergerak : Adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud.
  2. Benda Tidak Bergerak : Adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan. Contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik/lagu.
B. HUKUM PIDANA DAN HUKUM PERDATA
1. Pengertian Hukum Pidana
  • Menurut Prof. Dr. W.L.G. Lemaire, yang dikutip oleh Drs. P.A.F. Lamintang, S.H. dalam bukunya Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia , memberikan definisi hukum pidana sebagai berikut Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut.
  • Menurut C.S.T. Kansil dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia juga memberikan definisi hukum pidana, yaitu: Hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
  • Dapat ditarik Kesimpulan bahwa hukum pidana merupakan ketentuan yang mengatur tindakan apa yang tidak boleh dilakukan, dimana saat tindakan tersebut dilakukan terdapat sanksi bagi orang yang melakukannya. Hukum pidana juga ditujukan untuk kepentingan umum
2. Pengertian Hukum Perdata
Menurut Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata  menyatakan bahwa hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan.
Sementara itu, Menurut  C.S.T. Kansil dalam buku yang sama juga menerangkan mengenai definisi dari hukum perdata, yaitu: Rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan antar orang yang satu dengan yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Apabila ditarik Kesimpulan dari penjabaran definisi tersebut di atas, hukum perdata pada intinya mengatur tentang kepentingan perseorangan dan hubungan hukumnya dengan orang lain.
3. Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata
Sehingga pada dasarnya hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum, misalnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)yang memiliki implikasi secara langsung pada masyarakat secara luas (umum), dimana apabila suatu tindak pidana dilakukan, berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan ketertiban umum di masyarakat.
Hukum Pidana sendiri bersifat sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) untuk menyelesaikan suatu perkara. Karenanya, terdapat sanksi yang memaksa yang apabila peraturannya dilanggar, yang berdampak dijatuhinya pidana pada si pelaku.
Berbeda dengan hukum pidana, hukum perdata sendiri bersifat privat, yang menitikberatkan dalam mengatur mengenai hubungan antara orang perorangan, dengan kata lain menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa akibat dari ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Per) hanya berdampak langsung bagi para pihak yang terlibat, dan tidak berakibat secara langsung pada kepentingan umum.
C.   HUKUM PERIKATAN
Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong rambut tidak sampai botak.
D.   HUKUM PERJANJIAN
Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa Belanda), contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”. Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama, sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.
Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam KUHP, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak atau perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah tersebut tidak diberikan.
Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian, adalah : suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian :
  • Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
  • Ahli hukum lain mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
  • Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
Macam – Macam Perjanjian :
1.      Perjanjian Jual-beli
2.      Perjanjian Tukar Menukar
3.      Perjanjian Sewa-Menyewa
4.      Perjanjian Persekutuan
5.      Perjanjian Perkumpulan
6.      Perjanjian Hibah
7.      Perjanjian Penitipan Barang
8.      Perjanjian Pinjam-Pakai
9.      Perjanjian Pinjam Meminjam
10.    Perjanjian Untung-Untungan
E. Hukum Dagang
1. Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata.
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata.
Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang merupakan perluasan dari Hukum Perdata. Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUH Perdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
2. Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha (pemilik perusahaan) yang mengajak pihak lain untuk menjalankan usahanya secara bersama-sama,atau perusahaan yang dijalankan dan dimiliki lebih dari satu orang, dalam istilah bisnis disebut sebagai bentuk kerjasama. Bagi perusahaan yang sudah besar, Memasarkan produknya biasanya dibantu oleh pihak lain, yang disebut sebagai pembantu pengusaha.
Secara umum pembantu pengusaha dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Pembantu-pembantu pengusaha di dalam perusahaan, misalnya pelayan toko, pekerja keliling, pengurus fillial, pemegang prokurasi dan pimpinan perusahaan.
b. Pembantu pengusaha diluar perusahaan, misalnya agen perusahaan, pengacara, noratis, makelar, komisioner.
3. Pengusaha dan Kewajibannya
  •  Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya.
  • Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan.
  • Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan.
  • Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan.
  • Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi.
  • Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.
  • Wajib mengikut sertakan dalam program Jamsostek

SUMBER :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar