USAHA KECIL DAN MENENGAH
PEREKONOMIAN INDONESIA#
DISUSUN OLEH :
"KELOMPOK 6"
Kelas: 1EB18
No
Nama:
NPM:
1.
Dwi Kiki
Anggraeni
22216192
2.
Firda Khalifattul
Jannah
22216856
3.
Mutia
Khairunisah
25216182
4.
Rihanda Salma Elza
Vorlandia
26216409
UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
limpahan rahmatnya maka penulis telah menyelesaikan sebuah makalah ini tepat
waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Usaha
Kecil dan Menengah”. Dalam pembahasannya, makalah ini membahas tentang Definisi
UKM, Perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja UKM, Nilai output dan nilai
tambah UKM, Ekspor UKM, Prospek UKM dalam era perdagangan bebas dan Globalisasi.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih
dahulu meminta dan memohon maaf bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada
tulisan yang penulis buat kurang tepat. Dengan ini penulis ingin
mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa hormat dan terima kasih.
Hormat
kami
(kelompok 6)
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
2.1
Definisi UKM
2.2 Perkembangan jumlah unit dan tenaga
kerja UKM
2.3
Nilai output dan nilai tambah UKM
2.4
Ekspor UKM
2.5
Prospek UKM dalam era perdagangan bebas dan Globalisasi
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis
dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam
pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di
negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar
yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Mengingat
pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak
berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM, terlebih
lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam
skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha lainnya.
Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik
dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif
bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih
kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan
perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang
saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang
tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam
pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya
usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah
(UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan
bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan
jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal
yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak
semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya
menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang
dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain
Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait
dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau
penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan
dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar
negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan
tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal,
dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di seminar atau
konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain kondisi
kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses pasar,
peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan usaha,
pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
1.2 Rumusan masalah
- Apa definisi usaha kecil menengah?
- Bagaimana jumlah unit dan tenaga kerja UKM ?
- Berapakah nilai output dan nilai tambah dalam UKM ?
- Bagaimana Ekspor dalam UKM ?
- Bagaimana prospek UKM dalam era perdagangan bebas dan Globalisasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
- Untuk mengetahui apa itu usaha kecil menengah.
- Untuk mengetahui jumlah unit dan tenaga kerja UKM.
- Untuk mengetahui suatu nilai output dan tenaga kerja UKM.
- Untuk mengetahui Ekspor dalam UKM.
- Untuk mengetahui UKM dalam era perdagangan bebas dan Globalisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi UKM di Indonesia
Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi
Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), Keputusan
Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, dan UU No. 20 Tahun
2008. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha
Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu,
Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang
memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp
10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan
kunatitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki
jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias
usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Berdasarkan Keputuasan
Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, usaha kecil
didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan
kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp
600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah
dan bangunan yang ditempati) terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan
koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani,
peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)
2.2 Perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja di UKM
2.2 Perkembangan jumlah unit dan tenaga kerja di UKM
Unit Usaha dan Tenaga Kerja Indonesia :
Pada tahun 2006 jumlah
populasi UKM mencapai 48,9 juta unit usaha atau 99,98 persen terhadap total
unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 85,4 juta
orang.
Pada prinsipnya UKM di negara-negara asing didasarkan pada
aspek-aspek sebagai berikut : (1) jumlah tenaga kerja, (2) pendapatan dan (3)
jumlah aset.
1.
World Bank, membagi
UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
·
Medium Enterprise,
dengan kriteria :
a)
Jumlah karyawan
maksimal 300 orang
b)
Pendapatan setahun
hingga sejumlah $ 15 juta
c)
Jumlah aset hingga
sejumlah $ 15 juta
·
Micro Enterprise,
dengan kriteria :
a)
Jumlah karyawan kurang
dari 30 orang
b)
Pendapatan setahun tidak
melebihi $ 3 juta
·
Small Enterprise,
dengan kriteria :
a)
Jumlah karyawan kurang
dari 10 orang
b)
Pendapatan setahun
tidak melebihi $ 100 ribu
c)
Jumlah aset tidak
melebihi $ 100 ribu
2. Singapura mendefinisikan UKM sebagai usaha
yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap
(fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta.
3. Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai
usaha yang memiliki jumlah karyawan yang bekerja penuh (full time worker)
kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M $ 2,5
juta.
Definisi
ini dibagi menjadi dua, yaitu :
•
Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang atau jumlah
modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu
•
Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang atau jumlah
modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta.
4. Jepang, membagi UKM sebagai berikut :
•
Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan maksimal 300 orang
atau jumlah modal saham sampai sejumlah US$2,5 juta.
•
Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal
saham sampai US$ 840 ribu
•
Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal
saham sampai US$ 820 ribu
•
Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal
saham sampai US$ 420 ribu
Dalam perspektif
perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood
Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari
nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohya adalah
pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise,
merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat
kewirausahaan
3. Small Dynamic
Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu
menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving
Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan
melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
2.3 Nilai Output dan Nilai Tambah
Kinerja perekonomian Indonesia yang diciptakan oleh UKM tahun
2006 bila dibandingkan tahun sebelumnya digambarkan dalam angka Produk Domestik
Bruto (PDB) UKM pertumbuhannya mencapai 5,4 persen. Nilai PDB UKM atas dasar
harga berlaku mencapai Rp 1.778,7 triliun meningkat sebesar Rp 287,7 triliun
dari tahun 2005 yang nilainya sebesar 1.491,2 triliun. UKM memberikan
kontribusi 53,3 persen dari total PDB Indonesia. Bila dirinci menurut skala
usaha, pada tahun 2006 kontribusi Usaha Kecil sebesar 37,7 persen, Usaha
Menengah sebesar 15,6 persen, dan Usaha Besar sebesar 46,7 persen.
2.4 Ekspor UKM
Hasil produksi UKM yang diekspor ke luar negeri mengalami
peningkatan dari Rp 110,3 triliun pada tahun 2005 menjadi 122,2 triliun pada
tahun 2006. Namun demikian peranannya terhadap total ekspor non migas nasional
sedikit menurun dari 20,3 persen pada tahun 2005 menjadi 20,1 persen pada tahun
2006.
2.5 UKM dalam era perdagangan bebas dan
Globalisasi.
- Kemitraan Usaha
Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UKM dituntut untuk
melakukan restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi
permintaan konsumen yang makin spesifik, berubah dengan cepat, produk
berkualitas tinggi, dan harga yang murah . Salah satu upaya yang dapat
dilakukan UKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan Usaha Besar (UB).
Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain management
(SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan
perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan,
kesetiaan, dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya
untuk menciptakan ruang pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep
blue ocean strategy.
Kerjasama antara perusahaan di Indonesia, dalam hal ini antara
UKM dan UB, dikenal dengan istilah kemitraan (Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun
1997 tentang Kemitraan). Kemitraan tersebut harus disertai pembinaan UB
terhadap UKM yang memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat,
dan saling menguntungkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan mengenal calon
mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai
membangun strategi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi sampai target
tercapai.
Pola kemitraan antara UKM dan UB di Indonesia yang telah
dibakukan, menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan PP No. 44 Tahun
1997 tentang kemitraan, terdiri atas 5 (lima) pola, yaitu :
(1).Inti Plasma,
(2).Subkontrak, (3).Dagang Umum, (4).Keagenan, dan (5).Waralaba.
- Pola pertama, yaitu inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB sebagai inti membina dan mengembangkan UKM yang menjadi plasmanya dalam menyediakan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Dalam hal ini, UB mempunyai tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) untuk membina dan mengembangkan UKM sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.
- Pola kedua, yaitu subkontrak merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang didalamnya UKM memproduksi komponen yang diperlukan oleh UB sebagai bagian dari produksinya. Subkontrak sebagai suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara UB dan UKM, di mana UB sebagai perusahaan induk (parent firma) meminta kepada UKM selaku subkontraktor untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan (komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk. Selain itu, dalam pola ini UB memberikan bantuan berupa kesempatan perolehan bahan baku, bimbingan dan kemampuan teknis produksi, penguasaan teknologi, dan pembiayaan.
- Pola ketiga, yaitu dagang umum merupakan hubungan kemitraan UKM dan UB, yang di dalamnya UB memasarkan hasil produksi UKM atau UKM memasok kebutuhan yang diperlukan oleh UB sebagai mitranya. Dalam pola ini UB memasarkan produk atau menerima pasokan dari UKM untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh UB.
- Pola keempat, yaitu keagenan merupakan hubungan kemitraan antara UKM dan UB, yang di dalamnya UKM diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa UB sebagai mitranya. Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan, di mana pihak prinsipal memproduksi atau memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.
- Pola kelima, yaitu waralaba merupakan hubungan kemitraan, yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Dalam pola ini UB yang bertindak sebagai pemberi waralaba menyediakan penjaminan yang diajukan oleh UKM sebagai penerima waralaba kepada pihak ketiga.
Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UKM. Kunci
keberhasilan UKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global
adalah membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar.
Pengembangan UKM memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi
usaha-usaha besar. Dengan kemitraan UKM dapat melakukan ekspor melalui
perusahaan besar yang sudah menjadi eksportir, baru setelah merasa kuat dapat
melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan merupakan salah satu solusi
untuk mengatasi kesenjangan antara UKM dan UB. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UKM di Indonesia tidak terlepas dari
fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.
Manfaat yang dapat diperoleh bagi UKM dan UB yang melakukan
kemitraan diantaranya adalah Pertama, dari sudut pandang ekonomi, kemitraan
usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan
biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan
pengembangan, dan meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan
usaha menunjukkan upaya kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang
soial-politik, kemitraan usaha dapat mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan
sosial, dan gejolah sosial-politik.
Kemanfaatan ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan
didasarkan pada prinsip saling memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.
Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya
kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya.
Pelaku-pelaku yang terlibat langsung dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar
etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam
menjalankan kemitraan.
Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah refleksi kritis dan
rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam
sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai
kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya
kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan
tersebut.
2. Permasalahan yang
Dihadapi UKM
Pada umumnya,
permasalahan yang dihadapi oleh Usaha Kecil dan Menengah (UKM), antara lain
meliputi:
• Faktor Internal
1. Kurangnya
Permodalan dan Terbatasnya Akses Pembiayaan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada
umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan
yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan modal dari si pemilik yang jumlahnya
sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan
lainnya sulit diperoleh karena persyaratan secara administratif dan teknis yang
diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi. Persyaratan yang menjadi hambatan
terbesar bagi UKM adalah adanya ketentuan mengenai agunan karena tidak semua
UKM memiliki harta yang memadai dan cukup untuk dijadikan agunan.
2. Kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM)
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan
merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan kualitas SDM usaha
kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya
sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha
tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan
keterbatasan kualitas SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk
mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk
yang dihasilkannya.
3. Lemahnya Jaringan
Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar
Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga,
mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar
yang rendah, ditambah lagi produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan
mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang
telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang
dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.
4. Mentalitas
Pengusaha UKM
Hal penting yang seringkali pula terlupakan dalam setiap
pembahasan mengenai UKM, yaitu semangat entrepreneurship para pengusaha UKM itu
sendiri. Semangat yang dimaksud disini, antara lain kesediaan terus berinovasi,
ulet tanpa menyerah, mau berkorban serta semangat ingin mengambil risiko. Suasana
pedesaan yang menjadi latar belakang dari UKM seringkali memiliki andil juga
dalam membentuk kinerja. Sebagai contoh, ritme kerja UKM di daerah berjalan
dengan santai dan kurang aktif sehingga seringkali menjadi penyebab hilangnya kesempatan-kesempatan
yang ada.
5. Kurangnya
Transparansi
Kurangnya transparansi antara generasi awal pembangun UKM
tersebut terhadap generasi selanjutnya. Banyak informasi dan jaringan yang
disembunyikan dan tidak diberitahukan kepada pihak yang selanjutnya menjalankan
usaha tersebut sehingga hal ini menimbulkan kesulitan bagi generasi penerus
dalam mengembangkan usahanya.
• Faktor Eksternal
1. Iklim Usaha Belum
Sepenuhnya Kondusif
Upaya pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dari tahun ke
tahun selalu dimonitor dan dievaluasi perkembangannya dalam hal kontribusinya
terhadap penciptaan produk domestik brutto (PDB), penyerapan tenaga kerja,
ekspor dan perkembangan pelaku usahanya serta keberadaan investasi usaha kecil
dan menengah melalui pembentukan modal tetap brutto (investasi). Keseluruhan
indikator ekonomi makro tersebut selalu dijadikan acuan dalam penyusunan
kebijakan pemberdayaan UKM serta menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan
kebijakan yang telah dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuhkembangkan UKM, meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dan menengah dengan pengusaha-pengusaha besar.
Kendala lain yang dihadapi oleh UKM adalah mendapatkan perijinan
untuk menjalankan usaha mereka. Keluhan yang seringkali terdengar mengenai
banyaknya prosedur yang harus diikuti dengan biaya yang tidak murah, ditambah
lagi dengan jangka waktu yang lama. Hal ini sedikit banyak terkait dengan
kebijakan perekonomian Pemerintah yang dinilai tidak memihak pihak kecil
seperti UKM tetapi lebih mengakomodir kepentingan dari para pengusaha besar.
2. Terbatasnya Sarana
dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki
juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana
yang diharapkan. Selain itu, tak jarang UKM kesulitan dalam memperoleh tempat untuk
menjalankan usahanya yang disebabkan karena mahalnya harga sewa atau tempat
yang ada kurang strategis.
3. Pungutan Liar
Praktek pungutan tidak resmi atau lebih dikenal dengan pungutan
liar menjadi salah satu kendala juga bagi UKM karena menambah pengeluaran yang
tidak sedikit. Hal ini tidak hanya terjadi sekali namun dapat berulang kali
secara periodik, misalnya setiap minggu atau setiap bulan.
4. Implikasi Otonomi
Daerah
Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004,
kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat
setempat. Perubahan sistem ini akan mempunyai implikasi terhadap pelaku bisnis
kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UKM. Jika
kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing UKM.
Disamping itu, semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi
yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di
daerah tersebut.
5. Implikasi
Perdagangan Bebas
Sebagaimana diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku Tahun 2003
dan APEC Tahun 2020 berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk
bersaing dalam perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau UKM dituntut
untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar
kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14.000), dan isu
Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan
secara tidak fair oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for
Trade). Untuk itu, UKM perlu mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara
keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif.
6. Sifat Produk dengan
Ketahanan Pendek
Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau
karakteristik sebagai produk-produk dan kerajinan-kerajian dengan ketahanan
yang pendek. Dengan kata lain, produk-produk yang dihasilkan UKM Indonesia mudah
rusak dan tidak tahan lama.
7. Terbatasnya Akses
Pasar
Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan
tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun
internasional.
8. Terbatasnya Akses
Informasi
Selain akses pembiayaan, UKM juga menemui kesulitan dalam hal
akses terhadap informasi. Minimnya informasi yang diketahui oleh UKM, sedikit
banyak memberikan pengaruh terhadap kompetisi dari produk ataupun jasa dari
unit usaha UKM dengan produk lain dalam hal kualitas. Efek dari hal ini adalah
tidak mampunya produk dan jasa sebagai hasil dari UKM untuk menembus pasar
ekspor. Namun, di sisi lain, terdapat pula produk atau jasa yang berpotensial
untuk bertarung di pasar internasional karena tidak memiliki jalur ataupun akses
terhadap pasar tersebut, pada akhirnya hanya beredar di pasar domestik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mempunyai peran yang strategis
dalam pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam
pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di
negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar
yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.
Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya
tidak berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UKM,
terlebih lagi unit usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil
produksinya dalam skala kecil dan belum mampu bersaing dengan unit usaha
lainnya.
Pengembangan UKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik
dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif
bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan
lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UKM. Pemerintah perlu meningkatkan
perannya dalam memberdayakan UKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang
saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya.
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pengembangan terhadap sektor swasta merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi perlu untuk dilakukan. UKM memiliki peran penting dalam pengembangan usaha di Indonesia. UKM juga merupakan cikal bakal dari tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UKM. Usaha kecil menengah (UKM) harus terus ditingkatkan (up grade) dan aktif agar dapat maju dan bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UKM di Indonesia yang merupakan jantung perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang. Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UKM adalah bahwa langkah ini tidak semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pihak UKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UKM, peran dari sektor Perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan perbankan. Lebih jauh lagi, terkait dengan ketersediaan dana atau modal, peran dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula kita kesampingkan.
Pemerintah pada intinya memiliki kewajiban untuk turut
memecahkan tiga hal masalah klasik yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses
pasar, modal, dan teknologi yang selama ini kerap menjadi pembicaraan di
seminar atau konferensi. Secara keseluruhan, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengembangan terhadap unit usaha UKM, antara lain
kondisi kerja, promosi usaha baru, akses informasi, akses pembiayaan, akses
pasar, peningkatan kualitas produk dan SDM, ketersediaan layanan pengembangan
usaha, pengembangan cluster, jaringan bisnis, dan kompetisi.
Perlu disadari, UKM berada dalam suatu lingkungan yang kompleks
dan dinamis. Jadi, upaya mengembangkan UKM tidak banyak berarti bila tidak
mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan
yang dilaksanakan akan membentuk ‘aturan main’ bagi pelaku usaha (termasuk UKM)
sehingga upaya pengembangan UKM tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial,
melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan
dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi (terutama pengembangan
dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi
terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM.
Saat ini, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
berencana untuk menciptakan 20 juta usaha kecil menengah baru tahun 2020. Tahun
2020 adalah masa yang menjanjikan begitu banyak peluang karena di tahun
tersebut akan terwujud apa yang dimimpikan para pemimpin ASEAN yang tertuang
dalam Bali Concord II. Suatu komunitas ekonomi ASEAN, yang peredaran
produk-produk barang dan jasanya tidak lagi dibatasi batas negara, akan
terwujud. Kondisi ini membawa sisi positif sekaligus negatif bagi UKM. Menjadi
positif apabila produk dan jasa UKM mampu bersaing dengan produk dan jasa dari
negara-negara ASEAN lainnya, namun akan menjadi negatif apabila sebaliknya.
Untuk itu, kiranya penting bila pemerintah mendesain program yang jelas dan
tepat sasaran serta mencanangkan penciptaan 20 juta UKM sebagai program
nasional.
DAFTAR PUSTAKA
http://infoukm.wordpress.com/2008/08/
http://id.wikipedia.org/wiki/Usaha_Kecil_dan_Menengah
http://www.danabergulir.com/layanan/skim-pinjaman-pembiayaan/pembiayaan-kepada-koperasi-dan-usaha-kecil-dan-menengah-kukm-melalui-perusahaan-modal-ventura-pmv
http://cynthiaprimadita.blogspot.co.id/2011/04/makalah-usaha-kecil-menengah.html