Rabu, 15 Maret 2017

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA


PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA
PEREKONOMIAN INDONESIA#

D
I
S
U
S
U
N
0
L
E
H
KELAS : 1EB18
KELOMPOK : 6
-       DWI KIKI ANGGRAENI (22216192)
-       FIRDA KHALIFATTUL JANNAH (22216856)
-       MUTIA KHAIRUNISAH (25216182)
-       RIHANDA SALMA ELZA VORLANDIA (26216409)

UNIVERSITAS GUNADARMA
2017

 DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Masalah Sumber Daya Alam
2.2 Kebijakan Sumber Daya Alam Dibidang Pengelolaan
2.3 Dominasi Sumber Daya Alam Di Indonesia
2.4 Contoh Kasus PT.Freeport
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnya maka penulis telah menyelesaikan sebuah makalah ini tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia”. Dalam pembahasannya, makalah ini mengangkat tentang Masalah Sumber Daya Alam, Kebijakan Sumber Daya Alam Dibidang Pengelolaan, Dominasi Sumber Daya Alam Di Indonesia, dan Contoh Kasus PT.Freeport.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta dan memohon maaf bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang penulis buat kurang tepat. Dengan ini penulis ingin mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa hormat dan terima kasih.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya alam di Indonesia adalah segala potensi alam yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sumber daya alam ialah semua kekayaan alam baik berupa benda mati maupun benda hidup yang berada di bumi dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Proses terbentuknya sumber daya alam di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, yakni secara astronomis, geologis, dan wilayah lautan yang mengandung berbagai biota laut.
Jumlah dan kualitas sumber daya alam sangat banyak dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, kualitasnya pun sangat bagus dan dapat diekspor ke berbagai negara sehingga dapat memenuhi devisa negara. Jenis sumber daya alam yang diekspor seperti minyak bumi, gas alam dan bahan tambang lainnya serta hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan pariwisata selain itu hasil industri juga dapat diekspor keluar negeri. Dengan demikian, dibutuhkan pula kesadaran setiap warga negara untuk senantiasa menjaga sumber daya alamnya.
Kesadaran akan bahaya lingkungan dan kelangkaannya telah mendorong manusia untuk memanfaatkan sumber daya alam secara hati-hati. Mereka menyadari hanya perencanaan yang bijaksana yang akan memungkinkan manusia dapat menikmati kemajuan. Pelestarian sumber daya alam merupakan bagian dari pelestarian lingkungan. Pengelolaan sumber daya yang mengarah pada pelestarian lingkungan sebenarnya bukanlah sesuatu hal yang baru. Perlunya pelestarian sumber daya alam pada prinsipnya agar nilai sumber daya itu bisa relatif tetap dari waktu ke waktu. Hal ini sejalan dengan bertambahnya waktu maka nilai sumber daya akan mengalami penurunan sehingga kualitas lingkungan hidup akan mengalami perubahan. Pelestarian dalam pengelolaan sumber daya alam di sini bukan berarti keserasian dan keseimbangan lingkungan melainkan melestarikan daya dukung lingkungan yang dapat menopang kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana permasalahan sumber daya alam Indonesia?
2.      Bagaimana kebijkan sumber daya alam Indonesia?
3.      Bagaimana dominasi sumber daya alam di Indonesia?
4.      Kasus apa yang terjadi dalam pengolahan sumber daya di Indonesia tahun 2017 ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu dapat mengetahui manfaat sumber daya alam serta upaya yang dapat dilakukan untuk mengelola sumber daya alam tersebut. Selain itu bagaimana daya dukung lingkungan serta keterbatasan kemampuan manusia dalam mengelola suber daya alam tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Masalah Sumber Daya Alam
Permasalahan pengelolaan sumberdaya alam menjadi sangat penting dalam pembangunan ekonomi pada masa kini dan masa yang akan datang. Di lain pihak sumberdaya alam tersebut telah banyak mengalami kerusakan-kerusakan, terutama berkaitan dengan cara-cara eksploitasinya guna mencapai tujuan bisnis dan ekonomi. Dalam laporan PBB pada awal tahun 2000 umpamanya, telah diidentifikasi 5 jenis kerusakan ekosistem yang terancam mencapai limitnya, yaitu meliputi ekosistem kawasan pantai dan sumberdaya bahari, ekosistem lahan pertanian, ekosistem air tawar, ekosistem padang rumput dan ekosistem hutan.
Kerusakan-kerusakan sumberdaya alam di dalam ekosistem-ekosistem tersebut terjadi terutama karena kekeliruan dalam pengelolaannya sehingga mengalami kerusakan yang disebabkan karena terjadinya perubahan besar, yang mengarah kepada pembangunan ekonomi yang tidak berkelanjutan. Padahal sumberdaya tersebut merupakan pendukung utama bagi kehidupan manusia, dan karenanya menjadi sangat penting kaitannya dengan kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat manusia yang mengarah kepada kecenderungan pengurasan (depletion) dan degradasi (degradation). Kecenderungan ini baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitasnya dan terjadi di hampir semua kawasan, baik terjadi di negara-negara maju maupun negara berkembang atau miskin.
Masalah-masalah yang dihadapi dari terjadinya degradasi sumber daya alam/lingkungan hidup, ternyata dicirikan oleh sifat dari proses kerusakannya. Pada umumnya proses tersebut berjalan relatif perlahan (lamban), namun dampaknya kebanyakan bersifat kumulatif, sehingga pada suatu saat akan terjadi krisis yang penanggulangannya menjadi sulit atau sangat mahal untuk dilakukan. Sedangkan sifat dari pembuat aktivitas yang memberikan dampak negatif yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan hidup pada umumnya merupakan golongan masyarakat yang kuat baik secara sosial-politik maupun ekonomi, seperti pengusaha pemegang konsesi hutan (HPH) atau penambangan dan industriawan besar (kaya) yang sering menimbulkan kerusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan hidup. Mereka itu pada umumnya merupakan golongan yang mempunyai limpahan sumberdaya dan hak-hak  (property right) yang sangat kuat dan karenanya unggul dalam masyarakat dan mempunyai akses yang mudah terhadap kekuasaan (power ). Tetapi sebaliknya, pihak-pihak yang menerima dampak negatif (yang terkena dampak social cost ) adalah golongan masyarakat miskin yang tidak mempunyai atau hak-haknya hanya sedikit dan sangat lemah. Sehingga karenanya kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan hidup dengan jelas mempunyai dampak kepada pemerataan (distributive impacts). Dalam kebanyakan peristiwa timbulnya masalah lingkungan hidup mengandung distribusi manfaat dan beban yang tidak seimbang, yang pada umumnya keuntungannya hanya diraih oleh golongan yang kuat, sedangkan beban tanggungannya kebanyakan harus dipikul oleh golongan masyarakat lemah yang mayoritas miskin. Dengan demikian maka jelaslah bahwa perbedaan hak-hak (entitlement ) yang sangat mencolok di antara berbagai lapisan masyarakat menjadi salah satu penyebab pokok yang mendorong timbulnya permasalahan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Oleh karena itu setiap kebijaksanaan yang dapat menuju kepada pemerataan hak-hak dan pendapatan serta mengatasi kemiskinan, secara tidak langsung akan mengarah kepada perbaikan sumber-sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Dengan demikian, permasalahan dari terjadinya degradasi sumber-sumber daya alam sebagaimana yang terjadi di Indonesia atau di negara lain adalah karena terlalu terpusatnya kewenangan/hak-hak kekuasaan dalam sistem pengelolaan sumber-sumber daya alam, baik sumberdaya itu berupa sumberdaya hutan, laut (ikan dan kerang-kerang) maupun sumber daya mineral, lahan, udara dan sumberdaya yang bersifat public good lainnya. Misalnya, sebelum Republik Indonesia ini lahir, penduduk asli di daerah-daerah  secara lokal dengan warisan yang diturunkan oleh nenek mereka mempunyai hak-hak (propertyright ) untuk memungut atau memanfaatkan sumber daya alam di sekitar lokasi tempat tinggalnya (baik sekitar hutan maupun perairan). Hak-hak ini dijamin sebagai hak-hak ulayat (territorial use right ) yang meskipun tidak tertulis, hak-hak tersebut diakui dan dihormati oleh masyarakat. Hak-hak ulayat ini sebenarnya secara lebih jelas telah diakui dan lebih rinci dalam UU Pokok Agraria tahun  1960. Tetapi kelihatannya, karena kesalahan interpretasi terhadap UUD 1945, terutama yang menyangkut pasal 33 ayat 3, maka kemudian penguasaan sumber daya alam yang ada pada masyarakat daerah diambil alih oleh negara (pemerintah pusat).
Penguasaan negara atas sumber daya alam ini oleh para penguasa pengambil keputusan di departemen-departemen atau direktorat jendral yang bersangkutan,lalu diterjemahkan dan diartikan sebagai penguasaan oleh pemerintah pusat, sehingga akhirnya merekalah yang merasa dan menganggap untuk mewakili negara. Kejadian pengambilan hak-hak dari masyarakat, terutama dari masyarakat komunal di daerah-daerah ini, oleh pejabat pemerintah pusat sebenarnya bukanlah khas terjadi di Indonesia,melainkan juga terjadi dibeberapa negara lain seperti di beberapa negara Asia. Sebagai akibatnya, maka hak-hak masyarakat lokal untuk memungut atau memanfaatkan sumber daya alam yang bersangkutan menjadi hilang karena hak-haknya diambil alih oleh para pejabat/penguasa pusat. Kesalahan interpretasi tersebut sangat jelas terjadi dengan lahirnya UU Pokok Kehutanan No.5 tahun 1976 dan UU Pokok Perikanan No. 9, tahun 1985 yang sangat mengabaikan hak-hak ulayat (territorial use right ) dan kepentingan penduduk lokal yang diambil alih oleh penguasa di pusat. Padahal pihak yang sangat mengetahui cara-cara pengelolaan sumber daya alam lokal atau regional yang mengarah kepada sistem yang berkelanjutan adalah penduduk lokal tersebut yang didasarkan atas pengalaman dan pengetahuan mereka yang telah diwarisi oleh nenek moyang mereka dalam kurun waktu beratus tahun. Perhatian dan kecermatan dalam sistem pengelolaan sumberdaya alam oleh masyarakat lokal didasarkan atas kepentingan mereka sendiri, karena sumberdaya tersebut telah menjadi sumber pendapatan untuk mendukung kehidupannya.
2.2 Kebijakan Sumber Daya Alam Kebijakan Bidang Pengelolaan 
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup. Melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Melalui penerapan pengelolaan lingkungan hidup akan terwujud kedinamisan dan harmonisasi antara manusia dengan lingkungannya. Untuk mencegah dan menghindari tindakan manusia yang bersifat kontradiksi dari hal-hal tersebut di atas, pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui Undang-undang Lingkungan Hidup. 
Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Maret 1982. Undang-undang ini berisi 9 Bab terdiri dari 24 pasal. Undang-undang lingkungan hidup bertujuan mencegah kerusakan lingkungan, meningkatkan kualitas lingkungan hidup, dan menindak pelanggaran-pelanggaran yang menyebabkan rusaknya lingkungan. Upaya pengelolaan yang telah digalakkan dan undang-undang yang telah dikeluarkan belumlah berarti tanpa didukung adanya kesadaran manusia akan arti penting lingkungan. Hal tersebut dalam rangka untuk meningkatkan kualitas lingkungan serta kesadaran bahwa lingkungan yang ada saat ini merupakan titipan dari generasi yang akan datang.
Pengelolaan sumber daya alam melingkupi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (Pasal 33  Ayat 3 UUDN RI 45) dan diperluas dengan unsur “ruang angkasa“ (UU Nomor 5 Tahun 1960 ® UUPA).
Ketentuan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 memberikan penegasan tentang :
·         Memberikan kekuasaan kepada negara untuk “menguasai” bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalanya sehingga negara mempunyai “hak menguasai”. Hak ini adalah hak yang berfungsi dalam rangkaian hak-hak penguasaan sumber daya alam di Indonesia.
·         Membebaskan serta kewajiban kepada negara untuk mempergunakan sumber daya alam yang ada untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pengertian sebesar-besar kemakmuran rakyat menunjukkan kepada kita bahwa rakyatlah yang harus menerima manfaat kemakmuran dari sumber daya alam yang ada di Indonesia. 
·         Usaha pelestarian sumber daya alam hayati tidak lepas dari usaha pelestarian lingkungan hidup. Usaha-usaha dalam pelestrian lingkungan hidup bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, melainkan tanggung jawab kita semua. Untuk menggalakkan perhatian kita kepada pelestarian lingkungan hidup, maka setiap tanggal 5 Juni diperingati sebagai Hari Lingkungan Sedunia. Di tingkat Internasional, peringatan Hari Lingkungan Hidup ditandai dengan pemberian penghargaan kepada perorangan atau pun kelompok atas sumbangan praktis mereka yang berharga bagi pelestarian lingkungan atau perbaikan lingkungan hidup di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Penghargaan ini diberi nama “Global 500” yang diprakarsai Program Lingkungan PBB (UNEP = United Nation Environment Program).

Adapun Kebijakan Sumber daya Alam dan Lingkungan Hidup dalam GHBN 1999 – 2004 :

1.      Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
2.      Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
3.      Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik.
4.      Mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan undang-undang.
5.      Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan undang-undang.

Arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam  dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam :

1.      Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
2.      Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi dalam pembangunan nasional.
3.      Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
4.      Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumber daya alam tersebut.
5.      Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini.
6.      Menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.

Parameter Kebijakan PSDA bagi Pembangunan Berkelanjutan. Reformasi pengelolaan sumber daya alam sebagai prasyarat bagi terwujudnya pembangunan berkelanjutan dapat dinilai dengan baik apabila terumuskan parameter yang memadai. Secara implementatif, parameter yang dapat dirumuskan diantaranya:
1.      Desentralisasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan mengikuti prinsip dan pendekatan ekosistem, bukan administratif.
2.      Kontrol sosial masyarakat dengan melalui pengembangan transparansi proses pengambilan keputusan dan peran serta masyarakat . Kontrol sosial ini dapat dimaknai pula sebagai partisipasi dan kedaulatan yang dimiliki (sebagai hak) rakyat. Setiap orang secara sendiri-sendiri maupun berkelompok memiliki hak yang sama dalam proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, pengawasan serta evaluasi pada pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
3.    Pendekatan utuh menyeluruh atau komprehensif dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pada parameter ini, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup harus menghilangkan pendekatan sektoral, namun berbasis ekosistem dan memperhatikan keterkaitan dan saling ketergantungan antara faktor-faktor pembentuk ekosistem dan antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya.
4.  Keseimbangan antara eksploitasi dengan konservasi dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga tetap terjaga kelestarian dan kualitasnya secara baik.
5.     Rasa keadilan bagi rakyat dalam pemanfaatan sumber daya alam danlingkungan hidup. Keadilan ini tidak semata bagi generasi sekarang semata, tetapi juga keadilan untuk generasi mendatang sesudah kita yang memiliki hak atas lingkungan hidup yang baik

2.3 Dominasi Sumber Daya Alam di Indonesia
Dominasi Swasta Pada Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia Di Indonesia terdapat dua kategori badan usaha yaitu badan usaha milik negara dan badan usaha swasta. Kedua badan usaha tersbut sama-sama mengelola sumber daya alam Indonseia. Pada sektor hutan, Indonesia memiliki PT Perkebunan Nusantara dan 274 perusahaan pemegang HPH dengan arela seluas 20.899.673 ha.
Sedangkan perusahaan kehutanan yang masuk dalam BUMN hanya tiga yaitu Perum Perhutani, PT Perkebunan Nusantara, dan PT Inhutani. Pada sektor air, di Indonesia terdapat satu perusahaan yakni Perum Jasa Tirta yang salah satu bidang usahanya adalah menyediakan air baku, sedang perusaah air (air minum) di Indonesia terdapat 50 perusahaan air minum dalam kemasan. Pada sektor migas hanya terdapat satu perusaahaan negara yaitu Pertamina, sedang jumlah perusahaan migas swasta berjumlah 41. Aset pertamina hanya sekitar 22.244 barel pada tahun 2012, sedang aset perusahaan swasta mencapai 710.190 barel.
Hampir seluruh sektor mineral batubara yang ada di Indonesia dikelola oleh badan usaha swasta, seperti PT Freeport Indonesia, PT Newmont Nusa Tenggara, PT Newmont Minahasa Raya dan lain sebagainya.Berdasarkan data-data di atas, maka dapatlah diketahui bahwasanya pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia lebih cenderung dilakukan oleh  badan usaha swasta daripada badan usaha milik negara. Sehingga tujuan pencapaian kemakmuran rakyat dari hasil pengelolaan sumberdaya alam agaknya sulit tercapai, sebab pengelolaan sumber daya alam di Indonesia telah didominasi oleh badan usaha swasta yang kontribusinya terhadap bangsa Indonesia bisa dikatakan hanya sebatas membayar pajak dan iuran bukan pajak.
2.4 contoh kasus
KASUS PT FREEPORT INDONESIA

Pt. Freeport yang terletak di Pulau Papua Indonesia merupakan tambang emas milik Amerika Serikat, yang sekaligus menjadi tambang emas terbesar yang beroperasi di Indonesia. Bagai mana tidak, perbulannya saja PT. Freeport Indonesia 'menguras' kurang lebih 150.000 ton emas Papua yang sebagian besar di ekspor ke negara asalnya. Akhir-akhir ini hubungan Freeport dengan Pemerintah Indonesia kembali memanas apa saja yang menyebabkan :
Pada 10 Februari 2017 lalu, pemerintah telah menyodorkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada Freeport sebagai pengganti Kontrak Karya (KK). Jika tak mau menerima IUPK, Freeport tak bisa mengekspor konsentrat tembaga, kegiatan operasi dan produksi di Tambang Grasberg pasti terganggu.
Presiden Direktur Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson, secara tegas menyatakan sikapnya untuk tidak mengubah status kontraknya dari KK menjadi IUPK seperti yang diminta oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan implementasi dari PP Nomor 1 Tahun 2017. Pasalnya, peraturan tersebut dinilai Adkerson sangat mengganggu kelangsungan bisnis Freeport Indonesia, mengingat konsentrat yang dihasilkan tidak bisa diekspor dan pada akhirnya mengancam kelangsungan para pekerjanya.
PT Freeport Indonesia telah menghentikan kegiatan produksinya sejak 10 Februari 2017 lalu. Para pekerja tambangnya di Mimika, Papua, yang berjumlah puluhan ribu sudah dirumahkan. Jika ini terus berlangsung perekonomian di Papua akan ikut goyang. Lebih dari 90% pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Mimika, sekitar 37% PAD Provinsi Papua berasal dari Freeport.
Persoalan Freeport berawal dari ditandatanganinya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Terdapat enam poin dalam PP Nomor 1 Tahun 2017 yang dinilai Adkerson memberatkan Freeport Indonesia.
Enam poin tersebut ialah :
ü  pertama, terkait perubahan ketentuan tentang divestasi saham sampai dengan 51 persen secara bertahap.
ü  Kedua, terkait perubahan jangka waktu permohonan perpanjangan untuk izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK), paling cepat lima tahun sebelum berakhirnya jangka waktu izin usaha.
ü  Ketiga, terkait pemerintah yang mengatur tentang harga patokan penjualan mineral dan batubara.
ü  Keempat, pemerintah yang mewajibkan pemegang kontrak karya untuk mengubah izinnya menjadi rezim perizinan pertambangan khusus operasi produksi.
ü  Kelima, terkait penghapusan ketentuan bahwa pemegang KK (kontrak karya) yang telah melakukan pemurnian dapat melakukan penjualan hasil pengolahan dalam jumlah dan waktu tertentu.
ü  Keenam, terkait pengaturan lebih lanjut tata cara pelaksanaan peningkatan nilai tambah dan penjualan mineral logam.
Pada Januari lalu, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia akan memberi kelonggaran ekspor mineral mentah dengan beberapa persyaratan lewat PP No. 1 Tahun 2017. Ada tiga persyatan yang harus dipenuhi agar perusahaan tambang dapat mengekspor mineral dalam bentuk konsentrat. Adapun persyaratan nya adalah :
-          Pertama, perusahaan tambang yang memiliki Kontrak Karya harus mengubah izinnya menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) jika ingin mengekspor dalam bentuk konsentrat mineral. IUPK berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang, maksimal sebanyak dua kali.
-          Kedua, perusahaan tambang yang memiliki IUPK wajib membangun smelter dalam waktu lima tahun. Pemerintah akan melakukan evaluasi setiap enam bulan untuk memeriksa perkembangan pembangunan smelter.
-          Dan ketiga, perusahaan tambang juga wajib melakukan divestasi hingga 51% secara bertahap dalam waktu sepuluh tahun.
Ditanya tentang latar belakang keharusan perusahaan itu harus melepas sahamnya hingga 51%, Jonan menegaskan bahwa itu sesuai Konstitusi bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai negara.

Berbagai pelanggaran yang dilakukan Pt. Freeport.
kata Ahmad, di Jakarta, Rabu (22/2/2017) Ahmad menyebutkan pelanggaran Freeport Indonesia‎ di antaranya adalah tidak melakukan pelepasan Saham ke nasional sesuai yang disepakati dalam kontrak sebesar 51 persen, sampai saat ini saham yang dimiliki Pemerintah Indonesia hanya 9,36 persen.
1)    Pertama bahwa Freeport itu dikenai kewajiban melakukan divestasi saham. Itu ada di pasal 24 kontrak karya. Faktanya divestasi saham tidak terjadi. Hanya 9,36 persen punya pemerintah," ungkap Ahmad.
2)     potensi pelanggaran kedua adalah membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) Pelanggaran berikutnya adalah ‎tidak menaati hukum nasional Indonesi dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang mineral dan batubara.
3)    Potensi pelanggaran ketiga adalah, di pasal 23 ayat 2 kontrak karya itu diatur bahwa perusahaan itu dari waktu ke waktu harus menaati hukum nasional Indonesia. Faktanya, ada kewajiban bagi Freeport menyesuaikan kontrak karya dengan Undang-Undang Minerba juga tidak dilakukan.

Freeport akan menggugat Indonesia ke mahkamah Arbitrase Internasional.
Walau terancam digugat ke arbitrase internasional, pemerintah Indonesia berkeras mewajibkan PT Freeport Indonesia mengubah jenis kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan membangun smelter dalam lima tahun.
Sikap tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, dan Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto, menanggapi pernyataan CEO Freeport McMoran, Richard Ackerson, bahwa pihaknya akan menggugat pemerintah RI ke arbitrase internasional.
"Kita menghargai kontrak (karya), namun kita juga tak boleh mengabaikan undang-undang yang ada sehingga, kita firmed bahwa kita tetap mengacu UU yang ada," kata Jonan, kepada para wartawan.
"Hukum KK Freeport tidak dapat ditentukan sepihak bahkan dengan aturan yang baru. Pemerintah dan Freeport tidak mencapai kesepakatan di mana kontrak karya tidak dapat untuk operasi," kata Richard di Jakarta, Senin (20/2/2017).

NEGOSIASI
Ackerson mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat kepada Menteri ESDM yang menunjukkan perbedaan antara KK dan IUPK. Dalam surat itu dicantumkan bahwa Freeport memberikan waktu 120 hari kepada pemerintah untuk bernegosiasi.
Jika kesepakatan tidak dicapai dalam waktu tersebut, pihaknya berencana menempuh jalur hukum melalui pengadilan internasional.
"Tapi dengan mencadangkan hak-hak kami sesuai KK berhadapan dengan pemerintah, termasuk hak memulai arbitrase untuk menegakkan setiap ketentuan KK dan memperoleh ganti rugi yang sesuai," tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan bahwa membawa perkara ini ke badan arbitrase internasional ialah hak Freeport. Meski begitu ia tetap mengutamakan negosiasi. "Mudah-mudahan mencapai titik temu. Kalau misalnya sampai tidak mencapai titik temu, ya hak masing-masing untuk membawa ke badan arbitrase.
Bukan hanya Freeport, pemerintah juga bisa (mengajukan)," kata Jonan.
PT Freeport Indonesia dinilai ‎banyak melakukan pelanggaran dalam menjalankan operasinya di Indonesia. Hal ini bisa dijadikan modal Pemerintah Indonesia memenangkan gugatan arbitrase.
Pengamat Pertambangan Ahmad Redi mengatakan, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut melakukan pelanggaran dari Kontrak Karya yang telah disepakati dengan Pemerintah Indonesia.

SUDAH SAATNYA INDONESIA KUASAI PT FREEPORT UNTUK KEMAKMURAN BANGSA.
PT Freeport Indonesia dinilai terlalu dipermudah dalam operasinya selama kurang lebih 50 tahun di Indonesia. Kendati demikian, nyatanya Freeport tidak memberikan apresiasi kepada pemerintah, bahkan terus meminta negosiasi hingga berniat melakukan arbitrase ke badan hukum Internasional.
Pengamat Sumber Daya Alam, sekaligus Dosen Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi mengatakan, PT Freeport Indonesia sudah terlalu lama diberikan kemudahan dalam operasinya di Indonesia. Seharusnya, kewajiban Freeport harus dipenuhi, seperti pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) yang tidak juga dilakukan.
Tidak ada alasan untuk tidak bangun smelter, Freeport memang mereka bicara hanya kepentingan ekonominya saja, seharusnya paradigma itu diubah, tambang itu harusnya tidak hanya untuk ekonomi, tapi juga komoditas dasar untuk pembangunan nasional," kata Redi dalam diskusi Publik "Quo Vadis Kebijakan Minerba Nasional" di Grand Sahid Jaya, Jakarta, Selasa 21 Februari 2017. Ia menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba) bertentangan dengan konteks pembangunan nasional. Ia berharap pemerintah, melalui konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat menjadi pengelola di tambang Grasberg, Papua tersebut.

Komentar untuk kasus pt.freeport
Wakil Direktur imparsial Gufron Mabruri menilai bahwa upaya pemerintah terkait pelepasan status Kontrak Karya (KK) PT freeport Indonesia menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) harus didukung.
Menurut Gufron, jika langkah tersebut untuk meningkatkan sharing profit dan kuasa penuh pemerintah atas pengelolaan kekayaan alam, tidak ada alasan untuk berunding dengan pihak Freeport.
"Langkah pemerintah untuk mendapat sharing yang lebih besar dari porsi sekarang itu harus didukung. Harus diperjuangkan secara serius karena itu menyangkut pengelolaan kekayaan negara untuk kepentingan rakyat. Kalau perlu, Freeport angkat kaki dari Indonesia," ujar Gufron saat dihubungi Kompas.com, Rabu (22/2/2017).
Gufron menuturkan, selama ini, pemerintah terkesan terlalu memberikan kelonggaran pengelolaan sumber daya alam kepada pihak asing dan menuruti kemauan korporasi.
Sementara itu, lanjut Gufron, Freeport dinilai memiliki posisi di luar kontrol negara. Dengan demikian, Gufron berharap perubahan status Kontrak Karya mampu memberikan akses terhadap masyarakat Papua untuk menikmati hasil pengelolaan SDA yang dikeruk dari tanahnya sendiri.
"Korporasi harus dikontrol dan tidak boleh otonom dengan tujuan agar pengelolaan dan penikmatan hasilnya tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang. Ini amanat konstitusi negara," kata Gufron.
"Pemerintah harus bersikap dan membuat langkah tegas terhadap Freeport, yang paling utama rakyat Papua harus yang paling utama bisa menikmati kekayaan alamnya sendiri," ujarnya.

Selain itu, lanjut Gufron, keberadaan Freeport selama ini tidak bisa dilepaskan dari dugaan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Papua, terutama hak atas lingkungan hidup yang layak.
Berdasarkan pemantauan Imparsial, keberadaan Freeport tidak memberikan dampak yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua.
Sementara itu, selama puluhan tahun, Freeport mengeruk emas dan SDA lain hingga menimbulkan kerusakan lingkungan yang sulit ditangani.
"Keberadaan Freeport juga selama ini tidak lepas dari persoalan HAM, kekerasan, pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya, khususnya yang terjadi di sekitar wilayah Freeport beroperasi. Eksploitasi besar-besaran kekayaan itu hanya dinikmati oleh segelintir orang," ucapnya.
  
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sumber daya alam (biasa disingkat SDA) adalah potensi sumber daya yang terkandung dalam bumi (tanah), air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan manusia. SDA dibagi menjadi dua yaitu SDA yang dapat diperbaharui dan SDA yang tidak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui ialah sumber daya alam yang dapat diusahakan kembali keberadaannya dan dapat dimanfaatkan secara terus-menerus. Sedangkan, sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui ialah sumber daya alam yang apabila digunakan secara terus-menerus akan habis. 
Namun menjaga kelestarian alam beserta seluruh sumber dayanya tidak semudah itu. Adapun beberapa persoalan sumber daya alam yakni penebangan liar, penambangan tanpa ijin, pencurian ikan, pemanasan global, bencana alam (banjir, tsunami, gempa bumi, longsor, dan lain-lain), limbah, kebakaran hutan, polusi udara, gagal panen, pencemaran lingkungan, dan permasalahan di pemukiman.
Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup. Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Maret 1982. Undang-undang ini berisi 9 Bab terdiri dari 24 pasal. Pengelolaan sumber daya alam melingkupi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (Pasal 33  Ayat 3 UUDN RI 45) dan diperluas dengan unsur “ruang angkasa“ (UU Nomor 5 Tahun 1960 ® UUPA).
Dominasi Swasta Pada Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia Di Indonesia terdapat dua kategori badan usaha yaitu badan usaha milik negara dan badan usaha swasta. Kedua badan usaha tersebut sama-sama mengelola sumber daya alam Indonesia. Pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia lebih cenderung dilakukan oleh  badan usaha swasta daripada badan usaha milik negara. Sehingga tujuan pencapaian kemakmuran rakyat dari hasil pengelolaan sumber daya alam agaknya sulit tercapai, sebab pengelolaan sumber daya alam di Indonesia telah didominasi oleh badan usaha swasta yang kontribusinya terhadap bangsa Indonesia bisa dikatakan hanya sebatas membayar pajak dan iuran bukan pajak.
3.2 Saran
Sumber Daya Alam sangatlah penting maka dari itu kita harus bisa menjaga dan melestarikan semaksimal mungkin agar sumber daya alam tetap terjaga. Kita sebagai penerus bangsa harus sadar akan ekologi sumber daya alam. Oleh karena itu kita harus bisa memanfaatkan SDA dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kebutuhan, jangan terlalu berlebihan. Karena kelak anak cucu kita pasti memerlukan SDA untuk kelangsungan hidupnya.


DAFTAR PUSTAKA